Get Gifs at CodemySpace.com

Kamis, 16 Oktober 2014

Pak Ganteng Tak Ada Lagi #2



…………………………………………………………………………………………………………………………….
Dosen Idola dan Ayah yang Hangat
Namanya Erin, dia adalah putri tunggal Pak Gatut. Umurnya masih 17 tahun, saat ini masih menempuh pendidikan di kelas XII SMA N 1 Surakarta. Anaknya cantik, tinggi besar seperti papanya. Berkaca mata dan suka akan menggambar.
Bakat menggambarnya ini semakin terlihat dari kumpulan lukisan yang dipajang di sepanjang dinding ruang tamu rumah Pak Gatut. Lukisan-lukisan itu dipajang berjajar dengan foto-foto keluarga Pak Gatut. Ketika kita mengamati dinding-dinding itu, maka kita akan diingatkan dengan sosok Pak Gatut di mata keluarganya. Dari berbagai foto yang ada, kita bisa melihat bahwa Pak Gatut adalah sosok suami dan ayah yang begitu mencintai keluarga kecilnya. Sebagian besar foto yang dipajang adalah kenangan ketika beliau berlibur bersama isteri dan anak semata wayangnya, Dik Erin. Melihat ekspresi dari setiap foto, aku merasakan bahwa beliau sangat bahagia memiliki isteri yang cantik juga gadis kecil yang begitu membanggakan.
Kala itu, setelah melihat jenazah Pak Gatut untuk terakhir kalinya, aku dan beberapa teman memutuskan untuk menemani Dik Erin yang duduk sendirian di pojok sana. Aku duduk di sampingnya, mencoba melakukan hal yang bisa kulakukan untuk menghibur gadis cantik ini. Aku mulai berkenalan dengannya lebih jauh. Kuberanikan diri untuk mencari tahu kebenaran kronologi wafatnya dosen kami. Alhamdulillah, Dik Erin adalah gadis yang cukup supel, dia terlihat cukup nyaman ketika aku ajak ngobrol. Dia pun mulai menceritakan kisah terakhirnya dengan papa tercinta.
“Boleh tahu nggak Dik, sebenere kejadian wafatnya papa itu seperti apa? Soalnya kemarin papa masih terlihat di kampus, masih sempat ngajar juga, bahkan siang ini beliau sudah janjian dengan temanku pukul 13.00 untuk keperluan KRSan. Apa Papa menderita sakit tertentu atau bagaimana?”
“Nggak mbak, papa nggak sakit. Iya, kemarin papa memang masih ngajar. Pukul 16.00 aku minta dijemput papa, harusnya aku masih ada les jam ke-2, tapi nggak tahu kenapa rasanya males berangkat les, akhire minta dijemput papa jam 16.00. Ya udah, akhirnya papa jemput aku. Sampai rumah papa sempat tidur, udah bangun terus bilang ke mama pingin nonton TV. Akhire papa dipapah sama mama ke depan TV soale papa waktu itu bilang kalau badane terasa nggak enak. Sambil nonton TV papa bilang kok badane semakin nggak enak, keringat dingin pada keluar. Mama pun pamit mau ngambilke handuk, sekembali dari ambil handuk, papa udah jatuh pingsan. Mama bingung, akhire papa dibawa ke rumah sakit Dr. Oen. Selama di jalan muka papa warnanya udah biru.”
“Papa sempet sadar nggak Dik?”
“Nggak mbak, nggak tahu itu pas di jalan papa sebenere udah meninggal atau belum. Di Dr. Oen papa dicoba dipacu biar sadar, tapi nggak sadar-sadar, terus alatnya dicopot, setelah dicopot malah keluar darah dari hidung, mulut juga. Papa dah dinyatakan meninggal.”
“Kata dokter ada diagnosa penyakit apa gitu nggak Dik? Soalnya kok tadi pas liat papa, di bagian kain penutup muka warnanya merah kecoklatan, itu darah apa?”
“Kurang tahu mbak, mungkin jantung. Mungkin itu darah yang masih keluar setelah dicopot alat pacu kesadarane. Habis itu papa dibawa ke PKU, buat dimandikan di PKU mbak.”
“Yang tabah ya Dik, insya Allah papa orang yang baik. Papa itu dosen favoritnya para mahasiswa Dik, beneran deh. Tuh tanya sama Mbak Fair, Mbak Mamel yang jadi anak bimbingnya. Bahkan tadi malam teman-teman di grup WA pada nggak percaya dan merasa begitu kehilangan Pak Gatut. Banyak yang ngefans sama papa, katanya Pak Gatut dosen yang sangat baik, gaul juga, hehe. Sebelumnya papa sempet kaya ngasih tanda-tanda atau pesan nggak Dik?” aku mencoba menghibur Dik Erin.
“Iya to mbak? Papa kalau di kampus seperti itu ya? Aamiin ya mbak.. Papa nggak ngasih pesan apa-apa. Makanya aku ngrasa nggak percaya. Kok cepet banget papa pergi mbak…”
“Udah Dik, ini udah takdir Allah, yang penting sekarang Dik Erin doain papa biar papa tenang, Dik Erin harus kuat buat mama, kasihan kan mama.”
“Iyaa mbak, padahal papa pernah bilang. Besok kalau aku kuliah di luar kota papa bakal nganterin aku, bahkan kalau misal aku juga kerja di luar kota papa bakal nganter juga. Kalau perlu papa pindah kerja biar tetap bisa dekat dengan aku.”
“Yaa Allah… papa sayang banget sama kamu ya Dik..?”
“Iyaa mbak, papa juga sering jalan bareng sama aku, berdua main ke mana gitu, papa nggak malu. Tiap ada waktu libur, pasti papa manfaatin buat bareng keluarga.”
“Iya Dik, kalau lihat foto-foto itu Pak Gatut sepertinya memang seorang ayah yang sangat sayang sama keluarga. Suka olah raga ya papa itu? Itu lemari kaca isinya sepatu kets semua, ini juga ada meja pingpong, suka pingpong juga ta selain suka tenis? Aku suka pingpong Dik”
“Iyaa mbak, hampir semua olah raga dicobain papa. Sering juga renang sama aku, tapi akhir-akhir ini papa dah nggak pernah renang, soalnya dah sering batuk juga. Paling ya itu tenis mbak.”
“Iyaa, kalau di kampus itu papa sering keluar mobil masih pakai baju buat tenis, pakai dekker, topi, nanti biasanya ganti kalau mau ngajar. Ganti di kamar mandi. Papa itu gayanya gaul ya Dik, hehe, kaya anak muda, makanya banyak mahasiswa ngefans. Eh, papa itu suka koleksi jam tangan ya? Kok sering banget ganti-ganti jam dan jamnya itu gaya anak muda. Pernah juga pakai tas punggung pink, tapi nyaman-nyaman aja pakai tas warna pink. Kadang kalau di kelas juga izin sama anak-anak buat minum atau keluar bentar katanya mau sarapan sambil bawa pisang keluar, hehe. Papa itu lucu. Penggemar Arsenal, laptopnya sampai ada sticker tim Arsenal.”
“Hehe, iyaa mbak, papa emang gitu. Kalau jam tangan, itu jam tanganku. Jadi papa dah beliin aku jam tangan baru, nah jam tanganku yang lama kan diperbaiki, tapi habis diperbaiki nggak takpakai lagi soale udah dibeliin papa, ya udah akhire dipakai papa, katanya eman-eman masih bisa dipakai. Kalau yang tas pink itu tasku juga. Aku kan beli tas, tapi warnanya pink cethar, aku nggak suka warnanya, nggak takpakai mbak. Akhirnya papa yang pakai, katanya nggak apa-apa, Cuma warna pink ta?”
“Yaa Allah Pak Gatut…Papa asli solo Dik? Kamu di sini tinggal sama papa mama aja?”
“Papa asli Ponorogo mbak, mama yang asli sini. Iya, di rumah ini cuma sama papa mama, tapi simbah dari mama di samping rumah, dua-duanya masih ada. Kalau simbah dari papa udah nggak ada semua. Ini keluarga dari Ponorogo belum semuanya datang, masih di perjalanan katanya.”
“Ya udah, Dik Erin sekarang harus jagain mama. Mama guru ya? Kalau sekolah selalu dianter papa? Dik Erin bisa naik motor nggak?”
“Iya mbak, mama guru matematika di SMP Mojolaban situ. Iya, seringnya dianter jemput papa, tapi kalau papa nggak bisa ya aku naik angkot. Bisa si mbak naik motor tapi nggak dibuatin SIM sama papa”
“Mungkin saking sayangnya sama kamu, sampai lum dibuatin SIM, biar papa bisa antar jemput kamu ke sekolah. Ya udah, ayoo didoain lagi papanya. Tuh liat, terbukti banyak yang datang melayat ke papa kan? Itu berarti menunjukkan papa emang orang yang baik. Itu sepertinya teman-teman mahasiswa Dik, itu dari berbagai angkatan, ada mahasiswa pasca juga. Kamu sabar yaa, harus kuat.”
“Iyaa mbak, aamiin, semoga papa memang orang yang baik..”
Rumah duka semakin banyak dikunjungi para pelayat yang bergantian menyolati jenazah Pak Gatut. Baik dari teman dosen, mahasiswa, guru, murid-murid, tetangga, saudara berdatangan memberi penghormatan terakhir. Menjelang pukul 13.00 seseorang memimpin prosesi pengangkatan jenazah menuju tempat pemakaman. Sebelumnya diisi dengan sambutan oleh kepala desa, perwakilan SMP Mojolaban, perwakilan UNS oleh Pak Rektor, dan pembacaan daftar riwayat hidup Pak Gatut oleh Ketua Jurusan P.MIPA FKIP UNS.
Selamat jalan Pak Gatut, selamat jalan Pak Ganteng….







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan sahabat memberikan saran,komentar, ataupun kritik. Namun, ingat yaaa, tetap jaga kesopanan ^_^