Get Gifs at CodemySpace.com

Rabu, 10 September 2014

Pak Ganteng Tak Ada Lagi

Pak Ganteng Kami
Sosoknya tinggi tegap bak seorang atlet. Ya, beliau memang penyuka olah raga. Penampilannya cool, menarik, berjiwa muda. Ya, beliau memang tak suka dianggap tua. Kemeja lengan panjang dengan sedikit ditekuk hingga lengan. Tas ransel selalu menemaninya bersama sebotol air minum yang tak lupa terselip di dalam tas itu. Jam tangan layaknya milik anak-anak muda melingkar elok di pergelangan tangannya. Tampaknya, jam tangan adalah salah satu koleksinya. Laptop dengan sticker tim Arsenal menemani pengabdian beliau untuk para mahasiswanya. Nada dering grup musik PADI dari ponselnya terkadang terdengar oleh kami. Sepatu kets, raket tenis, pakaian olah raga, deker, topi, dan terkadang kaca mata hitam pun tak sering luput dari pandangan kami. Sedan Corolla warna hijau dengan hiasan rentetan boneka lucu menempel pada kaca belakang mobil selalu mengantar kedatangan beliau menunaikan pengabdiannya pada kampus tercinta. Wajah teduh, tenang, sabar, dan ramah menjadi nilai plus dalam memikat perhatian kami untuknya. Dialah Dr. Gatut Iswahyudi, M,Si., dosen kami di Pendidikan Matematika FKIP UNS. Aku sendiri pernah mengalami belajar bersama beliau dalam mata kuliah Geometri Transformasi dan Real Analysis. Kebaikan hati beliau begitu nyata terasa dalam hati kami yang pernah diberi kesempatan oleh Allah untuk menimba ilmu dari Pak Ganteng. Ya, kami sering menyebutnya dengan sebutan itu. Ahh, Bapak… Selalu menyenangkan ketika mengingat segala hal tentangmu.

 
***

Sebuah Kabar
Malam itu, 8 September 2014 sekitar pukul 10 malam, kubuka HP, kulihat notifikasi dalam jejaring sosial WhatsApp (WA). Seperti biasa, banyak sekali notifikasi yang belum kubuka, apalagi kubaca. Terkadang memang jenuh ketika terlalu banyak notifikasi yang muncul. Namun, entah mengapa mata ini tertarik membuka grup Math 08. Betapa kaget dan tidak percaya, teman-teman di grup sedang meributkan sesuatu yang memang seperti mimpi. Berharap itu hoax. Hampir semua anak mendesak ketua tingkat kami agar segera mencari kebenaran akan kabar tersebut.
Namun, setelah ditunggu beberapa saat lamanya, harapan itu pupus. Berita itu benar, nyata adanya. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, telah meninggal dunia Bapak Dr. Gatut Iswahyudi, M.Si., dosen kami tercinta. Pemakaman akan dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014 jam 13.00 dari Pancuran, Demakan, Mojolaban, Sukoharjo. Dugg!! Setengah tidak percaya, tapi harus kupercaya. Kuambil ponsel dan segera menelepon salah satu teman. Kami pun membicarakan tentang kepergian beliau ini. Bagaimana mungkin secepat itu, sementara siang sebelumnya kawanku masih melihat beliau di kampus. Teman-teman yang lain juga hari itu masih diajar beliau. Banyak kabar mengatakan bahwa setelah mengajar, beliau pulang dan tidur. Namun, ketika dibangunkan, beliau tidak kunjung bangun, beliau telah wafat. Itulah kejadian yang kami percaya untuk sementara waktu. Malam telah larut, aku pun segera bersiap mengistirahatkan ragaku untuk mempersiapkan memberikan penghormatan terakhir kepada Pak Gatut esok harinya bersama teman-teman.
Pagi hari aku sibuk bersiap-siap menuju rumah duka. Diputuskan bahwa aku dan beberapa teman memilih berangkat terlebih dahulu karena khawatir nanti terlalu siang dan terlalu membludak yang datang ketika bebarengan dengan teman-teman kampus. Sesampainya di rumah duka, telah ada satu temanku laki-laki yang juga menjadi anak bimbingan Pak Gatut dalam skripsinya. Selain sebagai pembimbing skripsi, beliau juga sebagai Pembimbing Akademik temanku tersebut. Aku dan teman-teman wanita langsung masuk rumah duka menemui Bu Gatut menyampaikan bela sungkawa. Aku yang berada di depan barisan teman-teman dalam menyalami Bu Gatut, tak kuasa menahan tangis ketika beliau memintakan maaf atas kesalahan suami tercintanya kepada kami. Dalam hati aku hanya membatin, justru kamilah yang telah banyak membuat kesalahan kepada Pak Gatut. Melihat kondisi Bu Gatut, rasanya sungguh tak tega. Beliau terlihat begitu tak berdaya ketika tiba-tiba ditinggal pergi oleh suami tercinta untuk selama-lamanya di dunia ini. Selanjutnya, segera aku dan kawan-kawan menyolati Pak Gatut, sebagai bentuk penghormatan terakhir kami, juga doa kami untuk beliau. Pada rokaat pertama dan kedua, aku sanggup tegar melaluinya. Namun, aku tumbang dalam rokaat ketiga hingga terakhir. Sungguh, air mata ini tak sanggup tertahan di depan jenazah Bapak Gatut. Yaa Rabb, benarkah jenazah yang ada di depan kami adalah jenazah Pak Ganteng?? Bukankah pada pukul 13.00 beliau berjanji bertemu dengan kawanku terkait KRS?? Bahkan sms dari Pak Gatut masih dia simpan. Yaa Allah, Engkau yang lebih mengetahui yang terbaik. Mungkin pukul 13.00 adalah waktu yang lebih baik bagi Pak Gatut untuk segera pulang sebenar-benarnya pulang. Pak Gatut, kami masih belum percaya dengan kepergianmu... Selepas sholat entah rasanya aku ingin sekali melihat wajah Pak Gatut untuk terakhir kalinya. Kuajak teman-temanku, tapi sebagian menyatakan tidak mau dengan alasan tidak sampai hati, tidak tega. Akhirnya aku beranikan diri meminta izin kepada adik cantik yang berkaca mata, berbaju serba hitam dan berjilbab lebar warna putih, yang sedang duduk sendiri di dekat jenazah Pak Gatut, agar diizinkan melihat wajah dosen kami tercinta. Dik Erin, anak tunggal dari Pak Gatut ini pun memberikan izin kepada kami. Perlahan, kumantapkan hatiku untuk berani membuka penutup jenazah itu. Dengan sangat hati-hati sambil membaca basmalah, kubuka perlahan kain hijau itu. Astaghfirullah, begitu kaget diri ini ketika melihat kafan yang menutupi wajah Pak Gatut tak lagi berwarna putih, tetapi merah agak coklat. Yaa Rabb, kami tak bisa memandang wajah Pak Gatut, kain itu telah menutupi wajah beliau dengan dihiasi warna merah agak coklat yang terlihat hampir menutupi seluruh bagian dari wajah dosen kami ini. Meneteslah kembali bulir-bulir air mataku. Hanya doa yang bisa kami sampaikan untuk beliau. Akhirnya, kututup lagi kain hijau bertuliskan syahadat itu secara perlahan-lahan. Aku dan kawan-kawan pun segera kembali mendekati Dek Erin yang duduk sendiri di pojok sana. 

***
Dosen Idola dan Ayah yang Hangat
Namanya Erin, dia adalah putri tunggal Pak Gatut. Umurnya masih 17 tahun, saat ini masih menempuh pendidikan di kelas XII SMA N 1 Surakarta. Anaknya cantik, tinggi besar seperti papanya. Berkaca mata dan suka akan menggambar.
………………………..bersambung………..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan sahabat memberikan saran,komentar, ataupun kritik. Namun, ingat yaaa, tetap jaga kesopanan ^_^