Get Gifs at CodemySpace.com

Sabtu, 05 Oktober 2013

Ya Allah, Tasku Disilet……!!!



Pagi itu, Fitroh memintaku untuk menemaninya membeli sepatu di Pasar Pagi Manahan. Kebetulan jam 9 dia ada janji untuk mengerjakan tugas kelompok, jadi tidak akan memakan waktu lama di Manahan. Mendengar alasan itu, “oke” jawabku padanya. 

Mio Soul hijau pun meluncur menuju Manahan dengan Fitroh di depan dan aku membonceng di belakangnya. Setiba di TKP, wuiihhh,
Manahan benar-benar ramai saat itu. Tanpa banyak tengok kanan-kiri, kami pun bergegas menuju penjual sepatu karet Cr*cs. Fitroh memilih dan memilah sepatu, cling!! Sepatu yang dicari dah ketemu, warna oke, harga cocok, siiipp!! deal!! Aku pun mengambil dompet Fitroh yang dititipkan di dalam tas batikku.

Tidak berapa lama kemudian, cacing-cacing di perut kami protes tidak karuan. Alamaakk,,,baiklaahh, mata kami pun melirik penjual jajanan pasar seperti gethuk, ketan ireng, gathot, cenil, klepon, mata roda, dll. Hmmm,,serasa ada di Pasar Sruwoh. Kami pesan dua bungkus dan aku siap mengambil dompet di tas untuk membayarnya. Tangan sudah mau membuka tas, eh Si Fitroh bilang, “Mbak, pakai uangku dulu aja..”.

Dua bungkus jajanan pasar sudah di tangan, tapi tetap saja Si Cacing protes (ya iyalaahh, secara belum ada makanan masuk ke lambung kami).

“Mbak, beli udang yuukk..” ajak Fitroh.

“Yuukk…,” jawabku.

Dua bungkus udang goreng yang sudah disiapkan penjual siap menyambut ‘majikan’ barunya. Namun, lagi-lagi Si Fitroh bilang, “Mbak, pakai uangku dulu saja,”

“Baiklaaaahh….”

Si Cacing tetap saja ribut dan usil di dalam perut sana.

“Mbak, maem yuuuk, Mbak Amrih mau maem apa?” tanya Fitroh.

“Pokoke nasi. Kamu mau maem apa?” tanyaku.

“Aku bubur ayam aja Mbak,  Mbak Amrih nasi ta, ama sup matahari aja pa?”

“Oke..oke..yuuuk,” jawabku semangat.

Kami  memesan nasi sup matahari, bubur ayam, dan dua gelas teh hangat. Sepertinya menu ini cukup membuat cacing-cacing bersedia tutup mulut, setidaknya sampai nanti siang. Saat sedang asik-asiknya sarapan, tiba-tiba datanglah seorang ibu yang meminta-minta. Aku mengingat-ingat di dompet ada uang atau tidak, tetapi ketika membuka tas, kebetulan ada uang di luar dompet yang bisa aku berikan untuk ibu itu. Beberapa waktu kemudian, berganti seorang pengamen dengan suara cukup merdu mendekati kami. Fitroh berganti memberikan sekedar untuk pengamen itu. Namun, saat mengambil dompet di tasku, dalam batin Fitroh berkata, “Kok di dalam tasnya Mbak Amrih terang ya (semacam ada cahaya)?”
Perut sudah kenyang, waktu menunjukkan pukul 09.30, kami pun beranjak ingin membayar makanan yang telah dipesan.

“Bu, nasi sup matahari sama teh anget,” kataku.

“Sepuluh ribu Mbak…”

“Kalau saya bubur ayam, teh anget, sate usus 2,” kata Fitroh.

“Delapan ribu Mbak…”

Tanganku mulai membuka tas ingin mengambil uang Rp 10.000,00 di dompet. Tangan merogoh-rogoh isi tas, wajah mulai pucat, “Dek, dompetku? Dompetku? Ya Allah….Dek, tasku sobek, tasku disilet, dompetku nggak ada….”

“Yang bener Mbak Amrih????” panik Fitroh.

“Iyaaaaa dek….. Lihaten ini,” jawabku pasrah. Ibu penjual maem ikut bingung dan bertanya, “Kenapa Mbak? Dicopet ta? Mbaknya apa tadi lewat dekat lapangan sepak bola? Biasanya di sini memang ada copet Mbak, suami isteri, kadang bawa anak juga. Itu dah kerja sama gitu Mbak, tapi kalau di sekitar tempat ini, insya Allah aman Mbak. Coba diulangi lagi aja, dicari ke tempat yang dilewati tadi, siapa tahu dompetnya dibuang,”



“Ohhh, gitu ya Bu? Saya yang penting itu surat-suratnya itu lho Bu, kalau uangnya sudah nggak saya pikir Bu…,” jawabku panik.

“Dek, ayo muter ke tempat tadi lagi, tapi minta tolong bayarin dulu yaa…” lanjutku bilang ke Fitroh.

“Iya Mbak, ayo muter lagi, siapa tahu nanti ketemu dompetnya, pantesan tadi pas mbuka tasnya Mbak AMrih kok ternag, ternyata ada yang sobek. Maaf ya Mbak Amriiihhh, gara-gara aku jadi ilang dompetnya, coba nggak takminta buat nemeni aku.”

“Halah, nggak gitu kaliii, aku aja yang kurang hati-hati, bukan salahmu,,”

Setelah makanan dibayar, aku dan Fitroh menyusuri jalan yang tadi kami lewati. Tengok kanan, tengok kiri, benar-benar pencarian yang rasanya tidak berarti. “Dek, langsung ke kantor polisi aja ya, kayaknya nggak bakal ketemu kalau nyari sekarang, masih ramai banget. Nanti aja kalau dah sepi kita cari lagi, gimana? Tapi, tugas kelompokmu?”

“Iya Mbak, gitu aja, nggak apa-apa kok, aku udah bilang temenku kalau aku nemeni 
Mbak Amrih nyari dompet, katanya ngak apa-apa,,”

“Ohh, ya udah,,,”

Selama perjalanan menuju Kantor Polres, aku mengingat-ingat surat-surat penting yang ada di dompet. Ada STNK, KTP, SIM, ATM, Karmas, Kartu Perpus. “Ya Allah, semoga Engkau masih menghendaki surat-surat itu kembali ke tanganku,” harapku.


Di Kantor Polisi

Aku segera masuk ke kantor SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisisan Terpadu) melaporkan musibah yang baru saja aku alami. Hmm,,cukup kecewa sebenarnya ketika melihat respon dari Pak polisi yang cenderung santai menanggapi dan kurang menunjukkan sikap simpatik terhadap rakyat yang baru saja keamanannya ‘terusik’. Bukankah polisi itu tugasnya mengayomi, melindungi? Hmm, baiklah, berprasangka baik saja. Mungkin Polisi itu sudah terlalu capai bertugas sejak tadi, mungkin banyak urusan lain yang menanti untuk diurus, mungkin dan mungkin bila nanti….(eh, malah nyanyi,he). Setelah menceritakan kejadian yang baru saja aku alami di Manahan dengan menunjukkan tas yang telah sobek terkena silet, Pak Polisi menyarankan untuk meminta orang rumah mengirimkan fotokopi BPKB lewat fax, baru nanti dibuatkan surat keterangan kehilangan. Namun, aku bilang bahwa ada fotokopi STNK di kos, jadi tidak perlu untuk mengirim fax. Menurut Pak Polisi, itu malah lebih baik. Akhirnya, aku dan Fitroh keluar dari ruangan SPKT menuju parkiran untuk pulang ke kos dengan masih merasa cukup kecewa. Bagaimana tidak? Selain kecewa dengan respon Pak Polisi,  kami kecewa dengan sikap Pak polisi yang justru merokok di dalam ruangan, padahal ruangan itu berAC. Pak Polisi yang lain juga malah asik memutar MP3 di komputer,  ada yang sok gaya lagi. Hufttt,, semoga ini tidak menjadikanku langsung menjustifikasi bahwa semua polisi bersikap seperti mereka. Pasti masih banyak polisi yang baik hati. Sesampai di parkiran motor, kami menuju gerbang keluar kantor polisi. Agak kaget ketika mengetahui ada ibu-ibu yang juga melaporkan kehilangan dompet ketika belanja di Manahan.  Astaghfirullah, ternyata memang sudah banyak kejadian serupa di tempat itu, tetapi mengapa tidak ada tindakan dari kepolisian untuk mengurangi kejadian ini di Manahan? Setidaknya ada papan peringatan atau spanduk atau mungkin malah ada polisi yang berjaga setiap Minggu pagi di Manahan. Hmmm, sudahlah… Jangan terlalu berharap kepada orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan sahabat memberikan saran,komentar, ataupun kritik. Namun, ingat yaaa, tetap jaga kesopanan ^_^