Awalnya kami sedang
jalan-jalan ke book fair. Suka saja tiap melihat tumpukan buku-buku yang tertata
menarik. Langkah kami tertuju pada stand
buku paling pojok. Kalau stand yang lain lebih memajang buku-buku agama, stand
pojok satu ini juga memajang novel-novel. Fitroh pun tergoda ketika melihat ada
kumpulan novel yang entah siapa pengarangnya, jujur saya benar-benar baru
mengenalnya dan mendengarnya kala itu. Rasa penasaran pun tumbuh mencokol dalam
batin saya dan seperti biasa berbondong-bondong pertanyaan saya tembakkan pada
adik kos saya ini. Rasa penasaran pun semakin menggelitik lebih dalam ketika
mendengar penjelasan panjang lebar dari Fitroh. Daun yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin dan Ayahku (Bukan) Pembohong langsung diculik Fitroh malam itu. Sementara
saya berhasil menculik Gurunya Manusia karya Munif Chatib.
Sesampai di kos,
Gurunya Manusia langsung saya lahap. Belum habis melahap Gurunya Manusia, saya
semakin digelitiki oleh dua buah karya Tere Liye yang telah diculik Fitroh tadi
malam. Tak sanggup menahan rasa penasaran, akhirnya Daun yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin pun ganti saya culik. Luar biasa, tidak ada setengah hari, saya
mampu melahap novel karya Tere Liye ini. Bahkan saya sampai menangis sambil
berlindung di balik bantal ketika membaca kisah Tania dalam novel tersebut.
“Bahwa hidup harus menerima, penerimaan
yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup
harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan,
pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih
dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin
merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
Sebuah quotes yang
menancap dalam otak dan hati saya selepas membaca kisah Tania. Novel ini benar-benar
mengantarkan saya untuk gandrung pada karya-karya Tere Liye yang lain. Dalam
novel lain, kisah Dam yang terangkum dalam Ayahku (Bukan) Pembohong membuat
saya mengerti bahwa ada berbagai cara seorang ayah untuk menyampaikan rasa
sayang pada anaknya. Ada berbagai cara seorang ayah untuk mengajarkan arti
hidup pada anaknya.
Fitroh hanya punya
dua novel karya Bang Tere. Kebingungan pun mulai melanda kala rasa penasaran untuk
mengarungi kisah fiktif Bang Tere yang lain semakin memuncak. Namun,
kebingungan itu segera teratasi ketika saya berhasil mempengaruhi seseorang
lewat Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hahaha. Andre, orang ini
benar-benar teracuni oleh kisah Tania hingga ia dengan sukarela melahap kisah
ini sampai 3x. Kisah Dam pun juga saya berikan dalam rangka menambah dosis
racun untuk Andre. Alhamdulillah racun-racun ini bekerja dengan sangat efektif.
Saya sangat berterima kasih pada dia, karena setelah teracuni, Andre justru
dengan semangat memburu novel-novel Bang Tere dan dengan senang hati
meminjamkannya kepada saya. Terima kasih
Andre, telah mengatasi kebingungan saya. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu
selama ini. Terima kasih Fitroh, telah mengenalkan saya pada Bang Tere, sosok
yang benar-benar sangat menginspirasi. Ayoo, kapan kita ke gramed lagi, hihihi…
Alhamdulillah, berkat
Fitroh dan Andre, sampai sekarang saya telah melahap beberapa novel Bang Tere,
diantaranya :
- Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
- Ayahku (Bukan) Pembohong
- Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
- Berjuta Rasanya
- Sepotong Hati Yang Baru
- Negeri di Ujung Tanduk
- Bidadari-bidadari Surga
- Negeri Para Bedebah
- Sunset Bersama Rosie
- Rembulan Tenggelam di Wajahmu
- Burlian (dalam proses
melahap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan sahabat memberikan saran,komentar, ataupun kritik. Namun, ingat yaaa, tetap jaga kesopanan ^_^