![]() |
photo by : Fitrotun Nisa' |
Aku mencintaimu, ya, ‘kamu’, dunia fotografi.
Aku selalu iri terhadap orang-orang yang diberi bakat dalam dunia fotografi.
Aku ingin bisa seperti mereka, tapi hingga saat ini aku baru mampu untuk sebatas
mencintaimu. Dari dulu hingga saat ini, aku hanya mampu untuk menikmati keindahan
karya-karya mereka. Aaakk!! Rasanya ingin tepok jidat berulang-ulang. -___-
Cukup!!
Hentikan keinginan yang tak elegan itu. Merenung, ya, entah mengapa aku suka sekali merenung. Aku memang bukan praktisi dunia fotografi seperti mereka. Aku hanya penikmat karya-karya mereka. Namun, aku tetap menyukaimu. Aku tetap mencintaimu, ya, sekali lagi aku tegaskan, ‘kamu’. Tatkala aku merenung, yang kutahu, banyak pelajaran berharga yang kudapat darimu. Salah satu diantaranya, aku belajar bahwa setiap sesuatu pasti memiliki apa yang kusebut dengan SISI LAIN. Sisi lain yang membuat sesuatu itu terlihat jauh lebih berharga, meskipun ia sangat sederhana. Sisi lain yang tak setiap orang mampu melihatnya. Sisi lain yang membuat para fotografer rela jungkir balik, gelesotan, bahkan mungkin salto maju mundur (lebay -__-). Demi apa?? Demi menentukan angle yang klik, angle yang oke untuk mendapatkan sisi lain dari setiap sesuatu. Fotografer yang jiwanya terasah, mungkin akan lebih mudah dalam menentukan angle tersebut. Berbeda dengan fotografer yang masih amatir, yang jiwanya belum terasah maksimal, mungkin akan cukup kesulitan dalam menentukan angle untuk sesuatu yang kusebut sisi lain ini. Apalagi seseorang yang sama sekali tak tertarik dengan dunia fotografi, bukan cukup kesulitan lagi, tapi mungkin justru acuh dengan hal semacam ini. Macam mana pula itu angle?? Sisi lain?? Beuuhhh…!!! -__-
Hentikan keinginan yang tak elegan itu. Merenung, ya, entah mengapa aku suka sekali merenung. Aku memang bukan praktisi dunia fotografi seperti mereka. Aku hanya penikmat karya-karya mereka. Namun, aku tetap menyukaimu. Aku tetap mencintaimu, ya, sekali lagi aku tegaskan, ‘kamu’. Tatkala aku merenung, yang kutahu, banyak pelajaran berharga yang kudapat darimu. Salah satu diantaranya, aku belajar bahwa setiap sesuatu pasti memiliki apa yang kusebut dengan SISI LAIN. Sisi lain yang membuat sesuatu itu terlihat jauh lebih berharga, meskipun ia sangat sederhana. Sisi lain yang tak setiap orang mampu melihatnya. Sisi lain yang membuat para fotografer rela jungkir balik, gelesotan, bahkan mungkin salto maju mundur (lebay -__-). Demi apa?? Demi menentukan angle yang klik, angle yang oke untuk mendapatkan sisi lain dari setiap sesuatu. Fotografer yang jiwanya terasah, mungkin akan lebih mudah dalam menentukan angle tersebut. Berbeda dengan fotografer yang masih amatir, yang jiwanya belum terasah maksimal, mungkin akan cukup kesulitan dalam menentukan angle untuk sesuatu yang kusebut sisi lain ini. Apalagi seseorang yang sama sekali tak tertarik dengan dunia fotografi, bukan cukup kesulitan lagi, tapi mungkin justru acuh dengan hal semacam ini. Macam mana pula itu angle?? Sisi lain?? Beuuhhh…!!! -__-
Sejenak kuminta sedikit waktumu kawan. Bayangkan,
selembar daun yang gugur terkena hembusan angin, tak berwarna hijau lagi, jatuh
di lantai licin tempat kita biasa mencuci pakaian kotor, basah oleh air hujan
yang turun, sebentar lagi akan hanyut terbuang ke saluran air yang kotor dan
bau, bahkan mungkin para bakteri pengurai telah menanti-nanti kedatangannya
untuk segera mengakhiri keberadaannya sebagai sesuatu yang disebut daun,
menghancurkannya beramai-ramai. Kita yang tak terasah jiwanya, mungkin dengan
tak peduli akan menginjaknya ketika melewatinya. Atau mungkin segera
mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah terdekat sambil menggerutu dalam
hati, “Huh, membuat kotor saja!!”. Namun, jiwa-jiwa yang terasah memiliki
pilihan yang unik dalam memperlakukan selembar daun yang tergeletak tanpa kawan
itu. Ya, mungkin dia juga akan membuangnya ke tempat sampah demi menjaga tempat
itu agar tak terlihat kotor. Hanya saja, sebelum ia membuangnya, ia memilih
untuk memberikan penghargaan yang lebih terhadap selembar daun malang, sebelum
keberadaannya sebagai selembar daun di bumi ini benar-benar hilang. Para jiwa
yang terasah akan segera mengambil kameranya, menyetelnya, tak pernah lelah mencari
posisi yang pas untuk memperoleh angle yang klik dan berharap akan segera mendapatkan
sisi lain agar Si Daun tetap berharga, bahkan meski keberadaannya sebentar lagi
tak ada. Tak berhenti saja di situ. Setelah mendapatkan hasil yang diinginkan,
segera ia akan mengolah hasil itu, mengeditnya (dengan editing yang tak
berlebihan), memajangnya, atau bahkan mengirimkannya dalam suatu perlombaan
fotografi. Jiwa-jiwa yang terasah hanya berharap, agar semua orang juga bisa
menghargai keberadaan Si Daun seperti ia menghargainya. Agar semua orang mampu
melihat SISI LAIN Si Daun yang membuatnya terlihat jauh lebih berharga.
Jiwa-jiwa yang benar-benar terasah hanya ingin menyebarkan inspirasi positif
kepada semua orang. Sebagai bentuk rasa syukurnya bahwa ia masih diberi
kesempatan untuk mampu melihat sisi lain dari sesuatu, yang membuat sesuatu itu
semakin berharga. Rasa syukur yang semakin membuatnya memuji Dzat Yang Maha
Agung, yang menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia. Subhanallah, alangkah
indahnya… Mendapatkan juara dalam perlombaan fotografi?? Itu mungkin adalah
bonus dari Dia karena para jiwa-jiwa terasah telah memilih untuk menjadi bagian
dari yang mengilhami. Memilih untuk menyebarkan inspirasi..
Pernahkah engkau bertanya-tanya dalam hatimu
wahai kawanku? Kita mengenal dunia fotografi, lalu untuk apa Allah mengenalkan
kita akan dunia tersebut?? Marilah kita kembali merenung bersama wahai kawan,
iya, kita. Aku dan kamu, juga kalian. Terlintas begitu saja dalam renunganku
bahwa Allah mengenalkan kita akan dunia fotografi karena Dia ingin agar kita
juga bersikap seperti para jiwa-jiwa terasah dalam memperlakukan orang lain,
terutama orang-orang di sekitar kehidupan kita. Ah, entah mengapa itu yang
terlintas dalam benakku, dalam renunganku.
Dalam kehidupan ini, suatu saat mungkin kita
akan merasakan peran seperti selembar daun tadi. Saat itu, kita berharap akan ada
jiwa-jiwa terasah yang bisa lebih menghargai keberadaan kita dengan melihat
sisi lain dari kita. Bagaimanapun juga, manusia memiliki kebutuhan untuk
dihargai dalam kodisi apapun, tidak hanya kebutuhan akan pangan, sandang, dan
papan. Di saat lain, mungkin kita juga akan mengalami tuntutan untuk bisa,
lebih tepat lagi harus bisa, memerankan peran sebagai Sang Jiwa Terasah. Namun,
peran apik sebagai Sang Jiwa Terasah adalah sebuah pilihan. Allah tidak pernah
memaksa kita untuk memerankannya dengan apik. Allah hanya menjanjikan hadiah luar
biasa untuk yang berani dan bisa memerankannya dengan tulus dan apik. Maukah
kita menjemput hadiah yang telah Allah janjikan?? Yaaahh, ini hanya hasil dari
sebuah renungan kecilku. Lalu, bagaimana dengan hasil renunganmu wahai
kawanku?? Maukah kau memberitahuku?? ^_^
Masyaallah aku terharu..trimakasih sudah mengapresiasi karya aku mbak.
BalasHapusTeruslah berkarya Ndhuk..
BalasHapusAku pendukungmu deh...
^_^
Inget cita-cita besarmu di Tulungagung kelak?