www.reverbnation.com |
Telah seperempat abad aku hidup di dunia.
Telah seperempat abad aku menghabiskan jatah umur yang sudah ditentukan Sang
Maha Pencipta. Entah tinggal seperberapa abad aku masih diberi kesempatan untuk
merasakan setiap nikmat dariNya. Mungkin tak sampai hitungan seberberapa abad,
tapi tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit, atau bahkan detik -meski dari
tahun hingga detik ini tetap masuk dalam hitungan sepersekian abad-. Ah, entahlah, sejujurnya aku belum
berani membayangkan sisa dari jatah umurku sendiri. Banyak hal yang telah
kulalui,
tapi tetap saja rasanya aku masih belum bisa memberikan arti. Memberikan arti akan untuk apa sebenarnya aku diciptakan? Tidak, aku paham bahwa Allah menciptakan diri ini tidak lain dan tidak bukan hanyalah agar aku beribadah kepadaNya.
tapi tetap saja rasanya aku masih belum bisa memberikan arti. Memberikan arti akan untuk apa sebenarnya aku diciptakan? Tidak, aku paham bahwa Allah menciptakan diri ini tidak lain dan tidak bukan hanyalah agar aku beribadah kepadaNya.
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu.”(Q.S. Adz Dzariyat: 56)
Ya, beribadah itu bukan hanya sekedar sholat,
puasa, dan sejenisnya, tetapi luas, sungguh luas. Bahwa segala hal yang telah,
sedang, atau akan kita lakukan haruslah hanya untukNya. Mungkin kurang tepat
saat aku mengatakan ‘aku belum bisa memberikan arti’, maksudku yang sebenarnya
adalah aku merasa bahwa diri ini belum bisa memberikan banyak manfaat. Diri ini
masih sangat rusak. Kalau diibaratkan sebagai sebuah ban, mungkin ibarat ban
yang di sana sini banyak bocornya, perlu ditambal hampir di tiap bagiannya.
Untuk apa? Untuk bisa digunakan lagi, untuk bisa membantu menjalankan kendaraan
lagi.
Aku memang sebuah ban yang memerlukan banyak
tambalan dan aku selalu berusaha merelakan diri untuk ditambal di hampir setiap
bagian dari diriku. Mengapa? Karena dengan begitu aku masih bisa layak disebut
ban, juga agar aku tidak hanya sekedar menjadi ban, tetapi ban yang bisa
memberikan banyak guna. Mungkin yang memakai jasaku untuk kendaraannya sedikit
kesal karena lagi-lagi ia harus membawaku ke tukang tambal ban. Berkali-kali
membawaku ke tukang tambal ban mungkin menyita banyak waktunya, hingga
terkadang ia membenciku. Tak apa ketika ia membenciku, setidaknya aku masih
bisa bermanfaat untuk yang masih mau setia denganku. Siapa lagi kalau bukan
tukang tambal ban? Dia selalu sabar menghadapiku karena dia tahu bahwa ada
manfaat yang bisa diambil dariku. Dengan kesabarannya menghadapiku, dapur di
rumahnya masih bisa tetap mengepul, anak isterinya masih bisa menikmati
sarapan, dan anak-anaknya masih bisa menikmati bangku sekolah. Aku begitu
terharu dengan kesabaran bapak tukang tambal ban dalam memperlakukanku. Aku
rela dia sabar hanya karena ada sesuatu yang dia ambil dariku. Asalkan itu
memang berguna untuknya dan keluarganya, aku tetap merasa senang. Dia bisa
mencukupi kebutuhan keluarganya dan aku pun menjadi sempurna lagi setelah ia
tambal. Aku bisa membantu menjalankan kendaraan si pengguna jasaku lagi. Yeaaayy!!! Namun, terkadang ada sedikit
ketidakrelaan dalam hatiku. Bapak tukang tambal ban yang telah sabar
memperbaikiku, tapi si pengguna jasa –yang sering mengomel membenciku- dengan
enaknya melenggang menaiki kendaraannya berkat perputaranku. Huft, sadarkah
bahwa dia yang membutuhkan aku, dia yang tidak hati-hati menggunakan aku, tapi mengapa
dia yang mengomel benci karena lagi-lagi harus membawaku ke tukang tambal ban?
Kalau saja aku mau, aku tidak ingin berputar agar dia tak lagi bisa melenggang
di atas kendaraannya. Kalau saja aku mau, aku ingin memutarkan diri untuk
membantu menjalankan kendaraan dari pemilik yang tidak mengomel, tidak
membenciku. Namun, nyatanya aku terlalu sombong. Aku lupa bahwa aku hanya sebuah
ban. Bahwa aku bisa berputar tidak hanya karena kemampuanku saja. Aku bisa
berputar berkat bapak tukang tambal ban, juga berkat mesin kendaraan yang telah
membantuku untuk tetap bisa berputar dengan baik. Aku juga tidak bisa memilih
agar jasaku hanya dipakai oleh orang-orang yang sabar saja, yang lebih bisa
menghargai apa yang telah aku lakukan untuk mereka. Satu hal yang sungguh fatal
untukku, sangat fatal. Aku sering sekali melalaikan bahwa meski yang
menggunakan jasaku sering mengomel dan membenciku, tetapi berkat dialah aku
bisa menjadi sempurna lagi. Tentu saja, siapa lagi yang mengantarkan aku menuju
tukang tambal ban kalau bukan dia? Memangnya aku bisa berjalan sendiri menuju
tukang tambal ban?? Siapa pula yang bisa menyalakan mesin kendaraan hingga
mesin itu bisa membuatku berputar??
Aaaaaaaaarrrggghhhh,,,, cukup pengandaian tentang aku sebagai
ban. Sebagai manusia, kita memang sering merasa sakit hati, kecewa, sedih,
merasa diperlakukan tidak adil, tidak dihargai, tidak diperhatikan, sombong,
angkuh, merasa sudah berbuat banyak, merasa sudah menjadi baik dan memandang
yang lain belum baik, juga sederet penyakit hati yang lain. Namun, kita memang
terlalu sering memandang segala sesuatunya hanya dari sudut pandang kita saja,
tanpa mempertimbangkan dari sudut pandang orang lain, yang dengannya justru
membuat cara pandang kita semakin utuh. Ah,
memang benar kata Ustadz Salim A. Fillah bahwa mungkin imankulah yang compang-camping,
hingga sederet penyakit hati ini menguasai jiwaku.
Suatu ketika aku membaca tausiyah dari sebuah
akun instagram @tausiyahku_. Tausiyah ini begitu mengguncang jiwaku.
"Aku khawatir dengan suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan.
Keyakinan hanya tinggal pemikiran, yang tak berbekas dalam perbuatan.
Banyak orang baik tapi tak berakal, ada orang berakal tapi tak beriman.
Ada yang lidahnya fasih tapi berhati lalai.
Ada yang khusyuk namun sibuk dalam kesendirian.
Ada ahli ibadah namun mewarisi kesombongan iblis
Ada ahli maksiat rendah hati bagai sufi
Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat
Ada yang banyak menangis karena kufur nikmat
Ada yang murah senyum namun hatinya mengumpat
Ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut
Ada yang berlisan bijak namun tak memberi teladan
Ada pezina yang tampil menjadi figure
Ada yang punya ilmu tapi tak paham
Ada yang paham tapi tak menjalankan
Ada yang pintar tapi membodohi
Ada yg bodoh tapi tak tau diri
Ada orang beragama tapi tak berakhlak
Ada yang berakhlak tapi tak berTuhan
Lalu, di antara semua itu, dimana aku berada?"
(Ali bin Abi Thalib)
Sungguh tergoncang, di mana aku sekarang
berada? Yaa Rabb, sungguh diri ini masih dalam proses memperbaiki diri. Selalu
dan selalu akan memperbaiki diri agar diri ini pantas menyandang sebagai
ciptaanMu, hambaMu. Jagalah agar keimanan kami tetap dalam jalanMu, tidak
tergilas oleh kesombongan kami, aamiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan sahabat memberikan saran,komentar, ataupun kritik. Namun, ingat yaaa, tetap jaga kesopanan ^_^