…………………………………………………………………………………………………………………………….
Dosen
Idola dan Ayah yang Hangat
Namanya Erin, dia adalah putri tunggal Pak
Gatut. Umurnya masih 17 tahun, saat ini masih menempuh pendidikan di kelas XII
SMA N 1 Surakarta. Anaknya cantik, tinggi besar seperti papanya. Berkaca mata
dan suka akan menggambar.
Bakat menggambarnya ini semakin terlihat dari kumpulan lukisan yang dipajang di sepanjang dinding ruang tamu rumah Pak Gatut. Lukisan-lukisan itu dipajang berjajar dengan foto-foto keluarga Pak Gatut. Ketika kita mengamati dinding-dinding itu, maka kita akan diingatkan dengan sosok Pak Gatut di mata keluarganya. Dari berbagai foto yang ada, kita bisa melihat bahwa Pak Gatut adalah sosok suami dan ayah yang begitu mencintai keluarga kecilnya. Sebagian besar foto yang dipajang adalah kenangan ketika beliau berlibur bersama isteri dan anak semata wayangnya, Dik Erin. Melihat ekspresi dari setiap foto, aku merasakan bahwa beliau sangat bahagia memiliki isteri yang cantik juga gadis kecil yang begitu membanggakan.
Bakat menggambarnya ini semakin terlihat dari kumpulan lukisan yang dipajang di sepanjang dinding ruang tamu rumah Pak Gatut. Lukisan-lukisan itu dipajang berjajar dengan foto-foto keluarga Pak Gatut. Ketika kita mengamati dinding-dinding itu, maka kita akan diingatkan dengan sosok Pak Gatut di mata keluarganya. Dari berbagai foto yang ada, kita bisa melihat bahwa Pak Gatut adalah sosok suami dan ayah yang begitu mencintai keluarga kecilnya. Sebagian besar foto yang dipajang adalah kenangan ketika beliau berlibur bersama isteri dan anak semata wayangnya, Dik Erin. Melihat ekspresi dari setiap foto, aku merasakan bahwa beliau sangat bahagia memiliki isteri yang cantik juga gadis kecil yang begitu membanggakan.
Kala itu, setelah melihat jenazah Pak Gatut
untuk terakhir kalinya, aku dan beberapa teman memutuskan untuk menemani Dik
Erin yang duduk sendirian di pojok sana. Aku duduk di sampingnya, mencoba
melakukan hal yang bisa kulakukan untuk menghibur gadis cantik ini. Aku mulai
berkenalan dengannya lebih jauh. Kuberanikan diri untuk mencari tahu kebenaran
kronologi wafatnya dosen kami. Alhamdulillah, Dik Erin adalah gadis yang cukup
supel, dia terlihat cukup nyaman ketika aku ajak ngobrol. Dia pun mulai menceritakan
kisah terakhirnya dengan papa tercinta.
“Boleh tahu nggak Dik, sebenere kejadian
wafatnya papa itu seperti apa? Soalnya kemarin papa masih terlihat di kampus,
masih sempat ngajar juga, bahkan siang ini beliau sudah janjian dengan temanku
pukul 13.00 untuk keperluan KRSan. Apa Papa menderita sakit tertentu atau
bagaimana?”
“Nggak mbak, papa nggak sakit. Iya, kemarin
papa memang masih ngajar. Pukul 16.00 aku minta dijemput papa, harusnya aku
masih ada les jam ke-2, tapi nggak tahu kenapa rasanya males berangkat les,
akhire minta dijemput papa jam 16.00. Ya udah, akhirnya papa jemput aku. Sampai
rumah papa sempat tidur, udah bangun terus bilang ke mama pingin nonton TV.
Akhire papa dipapah sama mama ke depan TV soale papa waktu itu bilang kalau
badane terasa nggak enak. Sambil nonton TV papa bilang kok badane semakin nggak
enak, keringat dingin pada keluar. Mama pun pamit mau ngambilke handuk,
sekembali dari ambil handuk, papa udah jatuh pingsan. Mama bingung, akhire papa
dibawa ke rumah sakit Dr. Oen. Selama di jalan muka papa warnanya udah biru.”
“Papa sempet sadar nggak Dik?”
“Nggak mbak, nggak tahu itu pas di jalan papa
sebenere udah meninggal atau belum. Di Dr. Oen papa dicoba dipacu biar sadar,
tapi nggak sadar-sadar, terus alatnya dicopot, setelah dicopot malah keluar
darah dari hidung, mulut juga. Papa dah dinyatakan meninggal.”
“Kata dokter ada diagnosa penyakit apa gitu
nggak Dik? Soalnya kok tadi pas liat papa, di bagian kain penutup muka warnanya
merah kecoklatan, itu darah apa?”
“Kurang tahu mbak, mungkin jantung. Mungkin
itu darah yang masih keluar setelah dicopot alat pacu kesadarane. Habis itu
papa dibawa ke PKU, buat dimandikan di PKU mbak.”
“Yang tabah ya Dik, insya Allah papa orang
yang baik. Papa itu dosen favoritnya para mahasiswa Dik, beneran deh. Tuh tanya
sama Mbak Fair, Mbak Mamel yang jadi anak bimbingnya. Bahkan tadi malam
teman-teman di grup WA pada nggak percaya dan merasa begitu kehilangan Pak
Gatut. Banyak yang ngefans sama papa, katanya Pak Gatut dosen yang sangat baik,
gaul juga, hehe. Sebelumnya papa sempet kaya ngasih tanda-tanda atau pesan
nggak Dik?” aku mencoba menghibur Dik Erin.
“Iya to mbak? Papa kalau di kampus seperti
itu ya? Aamiin ya mbak.. Papa nggak ngasih pesan apa-apa. Makanya aku ngrasa
nggak percaya. Kok cepet banget papa pergi mbak…”
“Udah Dik, ini udah takdir Allah, yang
penting sekarang Dik Erin doain papa biar papa tenang, Dik Erin harus kuat buat
mama, kasihan kan mama.”
“Iyaa mbak, padahal papa pernah bilang. Besok
kalau aku kuliah di luar kota papa bakal nganterin aku, bahkan kalau misal aku
juga kerja di luar kota papa bakal nganter juga. Kalau perlu papa pindah kerja
biar tetap bisa dekat dengan aku.”
“Yaa Allah… papa sayang banget sama kamu ya Dik..?”
“Iyaa mbak, papa juga sering jalan bareng
sama aku, berdua main ke mana gitu, papa nggak malu. Tiap ada waktu libur,
pasti papa manfaatin buat bareng keluarga.”
“Iya Dik, kalau lihat foto-foto itu Pak Gatut
sepertinya memang seorang ayah yang sangat sayang sama keluarga. Suka olah raga
ya papa itu? Itu lemari kaca isinya sepatu kets semua, ini juga ada meja
pingpong, suka pingpong juga ta selain suka tenis? Aku suka pingpong Dik”
“Iyaa mbak, hampir semua olah raga dicobain
papa. Sering juga renang sama aku, tapi akhir-akhir ini papa dah nggak pernah
renang, soalnya dah sering batuk juga. Paling ya itu tenis mbak.”
“Iyaa, kalau di kampus itu papa sering keluar
mobil masih pakai baju buat tenis, pakai dekker, topi, nanti biasanya ganti
kalau mau ngajar. Ganti di kamar mandi. Papa itu gayanya gaul ya Dik, hehe,
kaya anak muda, makanya banyak mahasiswa ngefans. Eh, papa itu suka koleksi jam
tangan ya? Kok sering banget ganti-ganti jam dan jamnya itu gaya anak muda.
Pernah juga pakai tas punggung pink, tapi nyaman-nyaman aja pakai tas warna
pink. Kadang kalau di kelas juga izin sama anak-anak buat minum atau keluar
bentar katanya mau sarapan sambil bawa pisang keluar, hehe. Papa itu lucu.
Penggemar Arsenal, laptopnya sampai ada sticker tim Arsenal.”
“Hehe, iyaa mbak, papa emang gitu. Kalau jam
tangan, itu jam tanganku. Jadi papa dah beliin aku jam tangan baru, nah jam
tanganku yang lama kan diperbaiki, tapi habis diperbaiki nggak takpakai lagi
soale udah dibeliin papa, ya udah akhire dipakai papa, katanya eman-eman masih
bisa dipakai. Kalau yang tas pink itu tasku juga. Aku kan beli tas, tapi
warnanya pink cethar, aku nggak suka warnanya, nggak takpakai mbak. Akhirnya
papa yang pakai, katanya nggak apa-apa, Cuma warna pink ta?”
“Yaa Allah Pak Gatut…Papa asli solo Dik? Kamu
di sini tinggal sama papa mama aja?”
“Papa asli Ponorogo mbak, mama yang asli
sini. Iya, di rumah ini cuma sama papa mama, tapi simbah dari mama di samping
rumah, dua-duanya masih ada. Kalau simbah dari papa udah nggak ada semua. Ini
keluarga dari Ponorogo belum semuanya datang, masih di perjalanan katanya.”
“Ya udah, Dik Erin sekarang harus jagain
mama. Mama guru ya? Kalau sekolah selalu dianter papa? Dik Erin bisa naik motor
nggak?”
“Iya mbak, mama guru matematika di SMP
Mojolaban situ. Iya, seringnya dianter jemput papa, tapi kalau papa nggak bisa
ya aku naik angkot. Bisa si mbak naik motor tapi nggak dibuatin SIM sama papa”
“Mungkin saking sayangnya sama kamu, sampai
lum dibuatin SIM, biar papa bisa antar jemput kamu ke sekolah. Ya udah, ayoo
didoain lagi papanya. Tuh liat, terbukti banyak yang datang melayat ke papa
kan? Itu berarti menunjukkan papa emang orang yang baik. Itu sepertinya
teman-teman mahasiswa Dik, itu dari berbagai angkatan, ada mahasiswa pasca
juga. Kamu sabar yaa, harus kuat.”
“Iyaa mbak, aamiin, semoga papa memang orang
yang baik..”
Rumah duka semakin banyak dikunjungi para
pelayat yang bergantian menyolati jenazah Pak Gatut. Baik dari teman dosen,
mahasiswa, guru, murid-murid, tetangga, saudara berdatangan memberi
penghormatan terakhir. Menjelang pukul 13.00 seseorang memimpin prosesi
pengangkatan jenazah menuju tempat pemakaman. Sebelumnya diisi dengan sambutan
oleh kepala desa, perwakilan SMP Mojolaban, perwakilan UNS oleh Pak Rektor, dan
pembacaan daftar riwayat hidup Pak Gatut oleh Ketua Jurusan P.MIPA FKIP UNS.
Selamat jalan Pak Gatut, selamat jalan Pak
Ganteng….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan sahabat memberikan saran,komentar, ataupun kritik. Namun, ingat yaaa, tetap jaga kesopanan ^_^