Guruku tersayang....
Guruku tercinta....
Tanpamu, apa jadinya aku...
Hmmm, sepenggal lagu dari AFI JUNIOR ini serasa memanggil naluri/jiwa seorang guru dalam diri saya,hehehe.... ^_^
Yupz!! Sudah hampir 2 minggu ini, saya bersama 18 Laskar PPL FKIP UNS 2011, mulai merasakan panasnya “kawah candradimuka” di SMP N 1 Kartasura. Banyak cerita, kisah, dan pengalaman yang kami dapatkan sejak 12 September 2011 baik suka maupun duka. Namun, semua itu kami jalani dan nikmati karena bagaimanapun juga, ini adalah sebuah bekal untuk menjadi seorang guru sejati dan sejatinya guru.
Pada minggu pertama PPL (baca: masa observasi sekolah) saya dan teman-teman cenderung merasa bosan. Pasalnya, dalam jangka waktu satu minggu tersebut, kami lebih sering mengisi kegiatan dengan duduk-duduk sembari mengobrol di basecamp PPL sambil menunggu jam pulang. Tentunya hal itu dilakukan setelah selesai observasi di tiap harinya.
Naaaah, pada minggu kedua “kawah candradimuka” mulai menampakkan kekuatan panasnya (wow!!). Ada yang tahu mengapa???
Yupz!! Tepat sekali!!
Minggu kedua adalah awal pengalaman saya mengajar para murid yang sesungguhnya di depan kelas. Semua perasaan bercampur jadi satu, jadi gado-gado pokoknya. Eitsss, tapi tunggu dulu. Sebelum saya cerita pengalaman pertama mengajar, saya akan berbagi pengalaman yang lain terlebih dahulu.
Cekidot!!
Sebenarnya, jadwal PPL pada minggu kedua adalah jadwal untuk observasi kelas (baca: model les oleh masing-masing guru pamong). Saya bersama partner saya, Nabila Hawa Hanifulany, mengamati Ibu Heni Kustati Eko M., S.Pd. mengajar Matematika untuk kelas VIII A, VIII B, dan VIII E pada hari Senin. Beliau adalah sosok guru yang hebat menurut saya. Tegas, humoris, dan jelas dalam mengajar mata pelajaran yang beliau ampu. Baliau adalah guru yang sangat menguasai keadaan kelas. Saat murid ada yang ramai, tidak memperhatikan, Bu Heni tak segan-segan untuk menegur. Selain itu, beliau sangat memperhatikan ketertiban siswa, seperti sikap maupun penampilan siswa. Siswa yang tidak disiplin dalam berpakaian langsung beliau ingatkan. Di sela-sela mengajar beliau sering bercanda dengan murid-murid. Metode mengajar yang sering beliau gunakan adalah dengan meminta siswa untuk mengerjakan soal di papan tulis tanpa membawa/melihat buku. Siswa yang sering maju adalah siswa yang nilai Matematikanya masih di bawah rata-rata. Beberapa siswa tersebut bisa mengerjakan soal yang diberikan Bu Heni. Ini menandakan bahwa siswa hanya kurang teliti dan kurang banyak latihan soal. Jika siswa yang maju tidak bisa mengerjakan, maka siswa lain diminta maju untuk membantu temannya tersebut. Untuk kondisi siswanya sendiri, kelas VIII A cenderung lebih bisa dikendalikan daripada kelas VIII B dan VIII E. Sedangkan fasilitas di masing-masing kelas hampir sama. Fasilitas-fasilitas tersebut diantaranya TV, VCD, administrasi kelas, jam dinding, kotak P3K, cermin, alat kebersihan, meja, kursi, dan lain-lain. Satu hal yang disayangkan adalah tidak adanya fasilitas LCD di tiap kelas, sehingga ini menjadi hambatan jika guru ingin menggunakan LCD dalam proses pembelajarannya. Jika memang membutuhkan LCD, maka siswa bisa diajak belajar di ruang multimedia, tetapi itu bisa dilakukan jika ruang multimedia sedang tidak dipakai.
Pada hari Selasa, kebetulan saya dipasrahi oleh Ibu Heni untuk memegang kelas VIII D dan diminta untuk langsung mengajar. Tentu saja saya langsung kaget, karena seharusnya jadwal untuk mengajar terbimbing adalah pada minggu depannya lagi. Senin malam saya langsung lembur untuk membuat perangkat pembelajaran seperti RPP, Lembar Kerja, dan Lembar Evaluasi beserta lembar jawabannya. Jujur saya lembur sampai jam 3 pagi karena Senin siang saya kuliah sampai sore. Benar-benar perjuangan!! Esok harinya, pada jam ke-6 (pukul 10:35-11:15 saya mulai beraksi di depan kelas VIII D (untung hanya satu jam pelajaran,fiuhhh...). Ibu Heni dan Bu Nabila berada di kelas bagian belakang untuk mengamati saya. Awalnya saya memperkenalkan diri di depan anak-anak, alhamdulillah saya tidak grogi, anak-anak terkendali. Yesss!!! Setelah itu, lanjut dengan membahas pengantar BAB II tentang Relasi. Beberapa menit saya dan anak-anak membahas Himpunan sebagai pengantar Relasi, Bu Heni keluar menuju kantor dan kelas diserahkan sepenuhnya kepada saya. Dan apa yang terjadi???
Woww!!! Anak-anak mulai menampakkan sosok aslinya. Suasana jadi gaduh dan rameee sekali. Saya sampai kehabisan suara untuk mengondisikan kelas agar tetap fokus pada materi. Meski demikian, ramenya anak SMP tak separah ramenya anak SMA. Dalam hati saya berkata, “Menjadi guru benar-benar butuh perjuangan dan tak semudah yang dibayangkan.”
Alhamdulillah, bel berbunyi, tiba saatnya saya mengakhiri aksi di kelas VIII D hari itu. Salah satu koreksi untuk saya adalah suara. Saya masih harus belajar lagi untuk mengolah suara agar jelas terdengar oleh seluruh siswa. Jadwal mengajar saya berlanjut untuk hari Kamis (jam ke-1 dan ke-2) serta hari Sabtu (jam ke-4 dan ke-5). Untuk hari Kamis melanjutkan materi Relasi dan saya menggunakan metode kelompok dalam kegiatan pembelajaran. Ternyata apa yang kita tulis dan rencanakan pada RPP memang belum tentu akan terlaksana dengan baik. Hal ini lebih terkendala oleh waktu. Waktu untuk mengajar Matematika terasa sangat pendek dan itu sangat kurang untuk memahamkan siswa tentang konsep materi ajar. Namun, saya tak boleh menyerah. Ini adalah langkah awal, langkah dimana kesalahan akan sangat banyak ditemukan. Salah bukanlah masalah, yang terpenting adalah perbaikan daripada salah itu sendiri. Semangaaattt Bu Amrih...(mulai terbiasa dengan sebutan ini). Ibu PASTI BISA!!!
Bersambung.....
*tulisan ini sudah berumur satu tahun lebih :(